BAB.I
A.
PENDAHULUAN
Zakat itu adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.[1] Dan kita semua sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya. Tapi pemikiran tersebut memunculkan istilah zakat profesi yang diungkapkan oleh Syaikh Yusuf Qaradhowy dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar’i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia.[2 Fakta yang sekarang berbicara bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur, advokat, seniman, penjahit, dan lain-lainnya. Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang untuk pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang dilakukan dengan tangan, otak, ataupun keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah ataupun honorarium. wajibkah kedua macam penghasilan yang berkembang sekarang itu dikeluarkan zakatnya? Bentuk penghasilan yang modern ini merupakan sesuatu yang belum dikelola oleh para ulama fiqih pada masa silam. Kita uraikan persoalan di atas untuk mengetahui jawabannya.
Zakat itu adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.[1] Dan kita semua sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya. Tapi pemikiran tersebut memunculkan istilah zakat profesi yang diungkapkan oleh Syaikh Yusuf Qaradhowy dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar’i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia.[2 Fakta yang sekarang berbicara bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur, advokat, seniman, penjahit, dan lain-lainnya. Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang untuk pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang dilakukan dengan tangan, otak, ataupun keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah ataupun honorarium. wajibkah kedua macam penghasilan yang berkembang sekarang itu dikeluarkan zakatnya? Bentuk penghasilan yang modern ini merupakan sesuatu yang belum dikelola oleh para ulama fiqih pada masa silam. Kita uraikan persoalan di atas untuk mengetahui jawabannya.
BAB.II
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Jasa Dalam
Kajian Zakat
2.
Profesi Dalam
Kajian Zakat
BAB.III
C.
PEMBAHASAN
1.
Jasa
Dalam Kajian Zakat
Dari makanan, emas, perak termasuk mata uang, hewan
ternak dan tanah. Harta-harta tersebut
tentulah diperoleh dari hasil usaha. Hasil usaha, secara umum, dapat pula
disebut “hasil jasa”. Perniagaan sesungguhnya termasuk pula dalam golongan jasa
atau usaha. Nishab
dari zakat jasa, adalah sama dengan nishab zakat emas dan perak seperti dalam
sebuah hadits dari ‘salim bin abdullah dari bapaknya,dari Nabi Saw. bersabda:
َوَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ -وَحَالَ
عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ- فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ, وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ
حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا, وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ, فَفِيهَا
نِصْفُ دِينَارٍ, فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ, وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ
حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَهُوَ
حَسَنٌ, وَقَدِ اِخْتُلِفَ فِي رَفْعِه
Artinya: Dari Ali Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila
engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati satu tahun, maka zakatnya 5
dirham. Tidak wajib atasmu zakat kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah
melewati setahun, maka zakatnya 1/2 dinar. Jika lebih dari itu, maka zakatnya
menurut perhitungannya. Harta tidak wajib dikeluarkan zakat kecuali telah
melewati setahun." Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud. Ke-marfu'-an
hadits ini diperselisihkan.
Berdasarkan
keterangan hadits diatas maka nishab zakat jasa adalah 20 mitsqal, yaitu 93,6 gram emas murni dan besar zakatnya adalah 2,5%
sedangkan haul-nya adalah satu tahun (qamariah). Dengan demikian, maka wajib
dikeluarkannya zakat itu, adalah pada saat dilaluinya masa setahun. Tidak ada
majelis temukan, bahwa pembayaran zakat itu boleh dicicil, sebulan sebulan,
sebagaimana pula Majelis temukan dalilnya, bahwa uang zakat dibenarkan untuk
disimpan di Bank, apalagi diperbungakan. Walaupun seseorang telah memiliki
senishab harta, apapun macamnya,akan harta itu tidak memenuhi kebutuhan
hidupnya, karena keluarganya yang banyak, atau karena harga melambung tinggi,
maka ditinjau dari segi hartanya yang senishab, ia adalah mampu, sehingga oleh
karenanya wajib mengeluarkan zakat. Akan tetapi dari segi lain, ia adalah miskin, karena harta yang dimilikinya tidak
dapat mencukupi kebutuhannya, hingga ia berhak diberi zakat sebagai orang
miskin. Dalam hubungan ini berkata Imam Nawawi: “Siapa yang memiliki tanah,
akan tetapi hasilnya kurang dari keperluannya, maka ia miskin dan hendaklah
diberi zakat untuk mencukupi kebutuhannya itu dan tidak boleh ia dipaksa untuk
menjual tanahnhya itu.”[3]
Kewajiban
zaka atas gaji,upah, dan sejenisnya,zakat tersebut hanya di ambil dari
pendapatan bersih. Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun
wajib zakat bila mencapai nishab uang. Bila seseorang sudah mengeluarkan zakat
gaji, penghasilan, atau sejenisnya pada wajib zakat lagi pada waktu masa tempo
tahunnya, sehingga tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua kali pada
satu kekayaan dalam satu tahun.[4]
2.
Profesi Dalam Kajian Zakat
Profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, yaitu harta yang diperoleh melalui bebagai usaha, baik
melalui kekuatan fisik, maupun akal pikiran.[5]
Zakat profesi ialah termasuk dalam kategori zakat mal. sebab zakat
profesi merupakan hasil ijtihad ulama kontemporer. Hasil profesi yang
berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas atas kemiripan, terdapat karakteristik
harta zakat yang telah ada ialah bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan
berupa uang yang nishabnya senilai 520 kg beras diqiyaskan dengan zakat
pertanian, sedangkan nishabnya 85 gram emas maka diqiyaskan dengan zakat emas
yang besarnya 2,5%, dengan persyaratan satu tahun dan sudah cukup nishabnya.[6]
Dalam keterangan fatwa, zakat penghasilan adalah setiap pendapatan seperti
gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal,
baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin
seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Semua bentuk pekerjaan halal wajib di
keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni
senilai emas 85 gram dengan kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.Syarat-syarat
wajib zakat atas benda yang wajib dizakatkan adalah sebagai berikut:
a.
Islam (pemiliknya)
b.
Merdeka pemiliknya, (tidak budak)
c.
Sampai senishab.
Orang-orang
yang memiliki profesi itu dalam menerima pendapatan tidak teratur, kadang-kadang setiap
hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang pada saat tertentu
seperti advokat dan kontraktor serta penjahit atau sebangsanya. Sebagian
pekerja menerima upah mereka setiap satu minggu atau dua minggu, dan kebanyakan
pegawai menerima gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita menentukan
penghasilan mereka? Ada dua kemungkinan yang dapat kita temui yakni:
1.
Memberlakukan nishab dalam setiap jumlah pendapatan atau
penghasilan yang diterima, dengan demikian penghasilan yang mencapai nishab seperti gaji yang tinggi
dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta
pembayaran-pembayaran yang besar kepada para golongan profesi wajib dikenakan zakat,
sedangkan yang tidak mencapai nishab tidak terkena.
2.
Mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima
berkali-kali itu dalam waktu tertentu. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa hasil
bermacam-macam jenis tanaman dan buah-buahan selama satu tahun penuh
dikumpulkan jadi satu untuk mencapai nishab, sekalipun tempat panen tidak satu
dan menghasilkan dua kali dalam satu tahu. Jika buah-buahan tersebut
menghasilkan dua kali dalam satu tahun, maka hasil seluruhnya dikumpulkan untuk
mencapai satu nishab, karena kedua penghasilan tersebut adalah buah-buahan yang
dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya.[8]
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta
benda, sedikit ataupun banyak, tetapi mewajibkan zakat atas haarta yang telah
mencapai nishab, bersih dari hutang (kebutuhan pokok) serta lebih dari
kebutuhan hidupnya. Inilah yang menurut Al-Quran tergolong sebagai orang yang
kaya “Mereka bertanya kepadamu tentang
apa yang mereka nafkahkan, katakanlah yang lebih dari keperluan”(QS.Al-Baqarah:219).[9]
Penetapan zakat pada gaji dan upah berdasarkan ayat al-Quran yaitu:
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä
(#qà)ÏÿRr&
`ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB
óOçFö;|¡2
!$£JÏBur
$oYô_t÷zr& Nä3s9
z`ÏiB ÇÚöF{$# (
....
Hai orang-orang yang beriman. Infakkanlah dari yang baik-baik dari usaha
hasilmu dan berikan apa yang kami keluarkan untukmu dari bumi (Q.S al-Baqarah ayat 267).[10]
Profesi dapat diambil zakatnya bila sudah
setahun dan cukup senishab. Mazhab Hanafi berbicara lebih jelas, yaitu bahwa
jumlah senishab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus
terdapat dipertengahan tahun. Penetapan profesi sebagai sumber zakat, karena
terdapatnya illat (penyebab), yang
menurut ulama-ulama fiqh sah, dan nishab, yang merupakan landasan wajib zakat.
Islam
mempunyai ukuran bagi seseorang untuk bias dianggap kaya yaitu 12 junaih emas menurut ukuran junaih Mesir lama, sehingga jelas
perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin penerima zakat.
Jadi meskipun seseorang pekerja penghasilannya tidak cukup di pertengahan tahun
tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan
nishabnya yang telah berumur setahun.[11]
BAB.IV
keSIMPULAN
Profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senishab. zakat penghasilan adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh
dengan cara halal. Semua bentuk pekerjaan halal
wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu
tahun, yakni senilai emas 85 gram dengan kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.
BAB.V
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis
suguhkan, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena tak lain kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Penulis mohon kritik maupun saran yang membangun dari
para pembaca, khususnya demi menuju kesempurnaan makalah ini dan makalah yang
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
sekalian. Wasalamu’alaikum wr.wb.
DAFTAR
PUSTASKA
Redaksi
nuansa Aulia, Tim, 2008, Kompilasi
Hukum Islam, “Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan”, Bandung:
Nuansa Aulia.
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Zakat/Profesi/08.html
Azra, Azyumardi, 1983 Islam Dan Masalah-Masalah Kemasyarakatan, Jakarata: Pustaka Panjimas.
Kartika Sari, Elsi, . 2007, Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, Jakarta: PT Grasindo.
Hadi, Muhammad, 2010, Problematika Zakat Profesi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BAZ
kabupaten Jepara, 2009, Laporan
Pertanggungjawaban Badan Amil Zakat (BAZ), Jepara: Cv.Swagata Guna.
Yusuf
Qardawi, 2004, Hukum Zakat,
Jakarta: PT. Litera Atarnusa.
Nazar, Bakry, Problematika
Pelaksanaan fiqh Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[1]
Tim Redaksi nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Kewarisan dan
Perwakafan, (Bandung:
Nuansa Aulia. 2008), hal. 204.
[3]
Azyumardi Azra, Islam Dan Masalah-Masalah
Kemasyarakatan, (Jakarata: Pustaka Panjimas. 1983), h. 431-433.
[4]
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta:
PT. Litera Atarnusa. 2004), hal. 486-487.
[5]
Muhammad, Hadi, Problematika Zakat Profesi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.
53.
[7]Tim Redaksi nuansa Aulia, op. cit. hal.
242.
[9]
BAZ kabupaten Jepara, Laporan
Pertanggungjawaban Badan Amil Zakat (BAZ), (Jepara:Cv.Swagata Guna. 2009)
h. 38.
[10]Bakry, Nazar, Problematika Pelaksanaan
fiqh Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) hal. 30-31.
[11]
Yusuf Qardawi, op. cit. h. 460-461.
bagus sekali bisa jadi inspirasi otKku
ReplyDeletemksik bang Joko
ReplyDelete